SUDAH lebih dua pekan berlalu musibah gempa di Bumi Minang, memberikan duka mendalam bagi keluarga korban yang ditinggal, saudara-saudara kita di Padang dan Padang Pariaman telah kehilangan ayah, anak, ibu dan sanak saudara tercinta yang meninggal karena ditimpa reruntuhan bangunan.
Allah SWT lah Yang Maha Mengetahui terhadap semua yang terjadi. Allah jugalah yang memberitahu tanda-tanda terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya, dan menimpakan musibah sebagai ujian kepada seluruh hamba-Nya. Musibah ini mengingatkan mereka terhadap kewajiban sebagai seorang muslim, yang merupakan hak Allah dan mengingatkan mereka dari perbuatan syirik, dan prilaku maksiat yang senang melanggar perintah Allah serta melakukan yang dilarang-Nya.
Allah SWT berfirman yang artinya: Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti (Al-Israa: 59) Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji‘uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 153-157)
Ibn Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, pada sebahagian waktu, Allah SWT memberikan izin kepada bumi untuk bernafas, lalu berlakulah gempa bumi yang dahsyat. Lantas akhirnya, timbullah rasa takut yang mencengkam dalam diri hamba-hamba Allah. Ini semua sebagai peringatan agar mereka bersegera bertaubat, berhenti dari berbuat maksiat, tunduk kepada Allah SWT dan menyesal atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
Setiap permasalahan adalah merupakan ujian Allah kepada kita, untuk mengukur sejauh mana tahap keimanan dan ketakwaan kita terhadapnya. Dengan adanya ujian seperti ini, ia akan kembali mengingatkan kita, apakah kita hidup selama mengikut peraturan dan landasan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT atau pun sebaliknya. Setiap ujian yang datang itu adalah untuk menguji sejauh mana kesabaran dan keimanan kita kepada Allah di samping sebagai peringatan kepada mereka yang ditimpa masalah. Ingatlah ujian yang datang adalah sebagai tanda Allah mengingati kita.
Ibn Katsir dalam memberikan penafsiran terhadap surat Al-Baqarah ayat 153-157 menjelaskan, Allah menguji hambanya dengan musibah pada satu waktu, dan kemudian dengan nikmat pada waktu yang lain, untuk melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa pula yang sabar, dan siapa yang putus asa. Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Adzim, pernah menukilkan statemen Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini, bahwa Allah menguji hambanya dengan kecelakaan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kemewahan serta kemiskinan, dengan ketaatan dan kemaksiatan, serta dengan hidayah dan kesesatan.
Ujian yang diberikan juga adalah untuk mengukur tingkat keimanan seorang hamba. Ini telah dibuktikan secara jelas berdasarkan ayat 2-3 surah al-Ankabut: Tidakkah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: Kami beriman, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu dugaan)? Dan demi sesungguhnya! Kami telah menguji orang-orang yang terdahulu sebelum mereka, maka (dengan ujian yang demikian), jelaslah apa yang diketahui Allah tentang orang-orang yang benar-benarnya beriman, dan jelas pula apa yang diketahui-Nya akan orang-orang yang berdusta. (al-Ankabut: 2-3).
Pahala Menanti
Rasulullah SAW menyatakan, ujian yang diberikan kepada kaum manusia adalah tanda kecintaan Allah kepada mereka. Dan semakin besar cobaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, menandakan besar juga pahala yang diperoleh. Sebagaimana hadits yang datang dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya besarnya ganjaran itu dinilai pada besarnya bala yang menimpa. Dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka akan mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rido dengan ujian yang menimpa, dia akan memperoleh keridoan Allah dan barangsiapa yang tidak, maka padanya kemurkaan Allah. (HR at-Tirmidzi).
Jelas bahwa ujian yang diberikan adalah untuk menguji keimanan seorang manusia. Jika dia beriman, maka dia akan menerimanya dengan keredoan. Dan padanya rahmat Allah serta keridoan-Nya. Namun bagi manusia yang lalai serta tidak meridoi ujian yang diberikan ke atasnya. Maka dia sekadar mendapat kemurkaan daripada Allah. Jelas juga, daripada hadits tersebut bahawa semakin besar cobaan yang diperoleh oleh seorang manusia, maka semakin besar ganjara pahala yang akan dia dapati.
Muhasabah Diri
Muhasabah diri mempunyai beberapa kelebihan kepada individu muslim. Orang yang senantiasa bermuhasabah akan sentiasa menginsafi kesalahan dan kekurangan, lantas akan melakukan perubahan ke arah kebaikan. Secara tidak langsung apabila seseorang merasakan kelemahan dirinya, pasti dia akan mencoba untuk memperbaiki diri supaya kekurangan itu tidak selama-lamanya kekal dalam dirinya.
Muhasabah diri juga adalah satu jalan untuk menyelamatkan seseorang daripada ditimpa bencana dan kesusahan hidup di dunia demi keselamatan hidup di akhirat. Dia akan senantiasa merasa kurang dan lemah di hadapan Allah dan mencoba untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik.
Pendek kata, sebagai seorang muslim kita sewajarnya berusaha untuk mengerti, memahami serta mengamalkan ukhuwah Islamiyah agar mencapai nikmat manisnya iman sebagaimana Firman Allah yang artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al-A’raaf: 96).
Pelajaran: Setiap kejadian pasti ada hikmahnya!